Teori institusional (Institutional theory) telah muncul sebagai kerangka kerja penting untuk memahami tata kelola perusahaan dalam konteks organisasi kontemporer. Teori ini menyatakan bahwa organisasi bukan hanya entitas ekonomi, tetapi juga dibentuk oleh lingkungan sosial dan institusional tempat mereka beroperasi. Konsep dasar teori institusional dalam konteks tata kelola perusahaan berkisar pada gagasan bahwa organisasi menyesuaikan diri dengan norma, nilai, dan aturan yang ditetapkan oleh lingkungan institusional mereka untuk mendapatkan legitimasi dan memastikan kelangsungan hidup. Perspektif ini menekankan pentingnya institusi formal, seperti hukum dan peraturan, dan institusi informal, seperti norma budaya dan harapan sosial, dalam membentuk praktik tata kelola.[1] [2]
Dalam ranah tata kelola perusahaan, teori institusional menjelaskan bagaimana perilaku organisasi dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk badan regulasi, pemegang saham, dan masyarakat luas. Tekanan ini mendorong organisasi untuk mengadopsi mekanisme tata kelola yang selaras dengan harapan masyarakat, sehingga meningkatkan legitimasi mereka. Misalnya, adopsi kode tata kelola perusahaan seringkali didorong oleh isomorfisme institusional (institutional isomorphism), di mana organisasi meniru praktik organisasi lain di bidang mereka untuk mendapatkan legitimasi dan mengurangi ketidakpastian.[3] [4]
Perilaku mimesis ini sangat terlihat di sektor keuangan, di mana institusi sering mengadopsi struktur dan praktik tata kelola yang serupa untuk menyelaraskan dengan praktik terbaik yang dipersepsikan.[5] [6]
Peran institusi formal dan informal dalam membentuk praktik tata kelola perusahaan tidak bisa diremehkan. Institusi formal, seperti kerangka hukum dan badan regulasi, menyediakan landasan struktural untuk praktik tata kelola, sementara institusi informal, termasuk norma dan nilai budaya, mempengaruhi perilaku pelaku organisasi. Misalnya, di banyak negara berkembang, jaringan dan hubungan informal memainkan peran penting dalam tata kelola perusahaan, seringkali mengalahkan mekanisme regulasi formal.[7] [8]
Dualitas ini menyoroti kompleksitas praktik tata kelola, di mana organisasi harus menavigasi baik peraturan formal maupun harapan informal untuk mencapai legitimasi dan efektivitas operasional.
Tekanan institusional muncul dalam tiga bentuk utama: tekanan koersif (coercive pressures), tekanan mimesis (mimetic pressures), dan tekanan normatif (normative pressures). Tekanan koersif muncul dari peraturan dan hukum formal yang memaksa organisasi untuk mematuhi standar tata kelola tertentu. Tekanan mimesis terjadi ketika organisasi meniru praktik tata kelola rekan yang sukses, seringkali sebagai respons terhadap ketidakpastian atau dinamika kompetitif. Tekanan normatif berasal dari harapan pemangku kepentingan, termasuk investor, karyawan, dan masyarakat, yang membentuk norma tata kelola yang organisasi berusaha penuhi.[9] [10]
Tekanan-tekanan ini secara kolektif mempengaruhi lanskap tata kelola, mendorong organisasi untuk mengadopsi praktik yang selaras dengan norma institusional yang berlaku.
Hubungan antara teori institusional dan legitimasi perusahaan sangat penting dalam memahami bagaimana organisasi mengelola struktur tata kelola mereka. Legitimasi adalah sumber daya kritis bagi organisasi, karena mendorong kepercayaan dan dukungan dari pemangku kepentingan. Teori institusional menyatakan bahwa organisasi terlibat dalam perilaku pencarian legitimasi, seperti mengadopsi praktik tata kelola yang diterima secara luas, untuk meningkatkan posisi mereka dalam lingkungan institusional.[11] [12]
Dinamika ini sangat terlihat dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), di mana organisasi mengadopsi inisiatif CSR tidak hanya untuk alasan etis tetapi juga untuk memperkuat legitimasi dan reputasi mereka di antara pemangku kepentingan.[13] [14]
Analisis kritis terhadap penerapan teori institusional dalam tata kelola perusahaan modern mengungkapkan kekuatan dan keterbatasan. Meskipun teori institusional menyediakan kerangka kerja yang kuat untuk memahami kompleksitas praktik tata kelola, teori ini mungkin terlalu menyederhanakan interaksi dinamis antara institusi dan organisasi. Para kritikus berpendapat bahwa teori institusional sering mengabaikan agensi pelaku organisasi, yang mungkin secara aktif membentuk dan menegosiasikan praktik tata kelola daripada sekadar menyesuaikan diri dengan tekanan eksternal.[15]
Selain itu, teori ini mungkin tidak cukup memperhitungkan pengaruh dinamika kekuasaan dan konflik dalam organisasi, yang dapat berdampak signifikan pada hasil tata kelola.[16]
Perkembangan terbaru dalam teori institusional telah beradaptasi dengan tantangan yang ditimbulkan oleh era digital, terutama dalam konteks tata kelola perusahaan. Munculnya teknologi digital telah mengubah lanskap tata kelola, memerlukan kerangka kerja baru yang memperhitungkan kompleksitas interaksi digital dan keterlibatan pemangku kepentingan. Misalnya, organisasi semakin memanfaatkan platform digital untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, sehingga membentuk ulang praktik tata kelola tradisional.[17] [18]
Evolusi ini menggarisbawahi perlunya teori institusional untuk memasukkan implikasi digitalisasi pada struktur tata kelola dan hubungan pemangku kepentingan.
Bukti empiris yang mendukung teori institusional dalam studi tata kelola perusahaan sangat banyak, dengan berbagai penelitian yang menunjukkan dampak faktor institusional terhadap praktik tata kelola dan kinerja organisasi. Misalnya, penelitian telah menunjukkan bahwa perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan dengan kerangka regulasi yang kuat cenderung menunjukkan tingkat kepatuhan tata kelola yang lebih tinggi, yang mengarah pada hasil kinerja yang lebih baik.[19] [20]
Selain itu, studi telah menyoroti peran isomorfisme institusional dalam mendorong adopsi praktik terbaik di berbagai industri, semakin memvalidasi relevansi teori institusional dalam memahami dinamika tata kelola.[21] [22]
Implikasi praktis dari teori institusional bagi praktisi tata kelola perusahaan dan pembuat kebijakan sangat signifikan. Memahami konteks institusional tempat organisasi beroperasi dapat menginformasikan desain kerangka tata kelola yang selaras dengan regulasi formal dan harapan informal. Pembuat kebijakan dapat memanfaatkan wawasan dari teori institusional untuk mengembangkan regulasi yang mempromosikan praktik terbaik sambil mempertimbangkan dinamika budaya dan sosial yang unik dari berbagai yurisdiksi.[23] [24]
Bagi praktisi, kesadaran akan tekanan institusional dapat memandu pengambilan keputusan strategis dan meningkatkan efektivitas struktur tata kelola.
Meskipun kontribusinya, teori institusional tidak lepas dari keterbatasan dan kritik. Salah satu kritik yang menonjol adalah kecenderungannya untuk menekankan kesesuaian dengan mengorbankan inovasi dan kemampuan beradaptasi. Organisasi yang terlalu fokus pada penyelarasan dengan norma institusional dapat menghambat kreativitas dan gagal merespons secara efektif terhadap perubahan kondisi pasar.[25]
Selanjutnya, teori ini mungkin tidak cukup menangani kompleksitas tata kelola global, di mana organisasi harus menavigasi lingkungan institusional yang beragam dan standar regulasi yang bervariasi.[26] [27]
Baca juga: Property Rights Theory: Fondasi Tata Kelola yang Membentuk Perusahaan Modern
Sebagai kesimpulan, teori institusional menyediakan kerangka kerja komprehensif untuk memahami dinamika tata kelola perusahaan dalam konteks organisasi modern. Dengan menekankan interaksi antara institusi formal dan informal, teori ini menjelaskan bagaimana perilaku organisasi dibentuk oleh tekanan institusional dan pencarian legitimasi. Meskipun teori ini menawarkan wawasan berharga ke dalam praktik tata kelola, penting untuk mengenali keterbatasannya dan mempertimbangkan lanskap tata kelola perusahaan yang berkembang di era digital. Penelitian masa depan harus terus mengeksplorasi nuansa teori institusional dan penerapannya di berbagai sistem hukum dan yurisdiksi, memastikan bahwa teori ini tetap relevan dalam lingkungan global yang semakin kompleks.
Referensi
[1] Francesca Cuomo, Christine Mallin, and Alessandro Zattoni, ‘Corporate Governance Codes: A Review and Research Agenda’, Corporate Governance an International Review, 24.3 (2015), pp. 222–41, doi:10.1111/corg.12148.
[2] EZEKIEL W WANYAMA, ‘Moderating Influence of Corporate Governance on Organizational Resources and Performance: Evidence From Regional Development Authorities in Kenya’, Strategicjournals.Com, 7.3 (2020), doi:10.61426/sjbcm.v7i3.1656.
[3] Cuomo, Mallin, and Zattoni, ‘Corporate Governance Codes: A Review and Research Agenda’.
[4] Nureni Wijayati, ‘Form Over Substance: The Board Governance Practices in Indonesia’, The Indonesian Journal of Accounting Research, 25.01 (2022), doi:10.33312/ijar.563.
[5] Grace Kamau and others, ‘Corporate Governance, Strategic Choices and Performance of Financial Institutions in Kenya’, International Journal of Business and Management, 13.7 (2018), p. 169, doi:10.5539/ijbm.v13n7p169.
[6] Edward Kobuthi, Peter K’Obonyo, and Martin Ogutu, ‘Corporate Governance and Performance of Firms Listed on the Nairobi Securities Exchange’, International Journal of Scientific Research and Management, 6.01 (2018), doi:10.18535/ijsrm/v6i1.em02.
[7] Qinqin Zheng and Rosa Chun, ‘Corporate Recidivism in Emerging Economies’, Business Ethics a European Review, 26.1 (2016), pp. 63–79, doi:10.1111/beer.12132.
[8] Franklin Nakpodia and others, ‘Neither Principles Nor Rules: Making Corporate Governance Work in Sub-Saharan Africa’, Journal of Business Ethics, 151.2 (2016), pp. 391–408, doi:10.1007/s10551-016-3208-5.
[9] Subhan Ullah and others, ‘International Evidence on the Determinants of Organizational Ethical Vulnerability’, British Journal of Management, 30.3 (2018), pp. 668–91, doi:10.1111/1467-8551.12289.
[10] Nakpodia and others, ‘Neither Principles Nor Rules: Making Corporate Governance Work in Sub-Saharan Africa’.
[11] Mohammad Nurunnabi, ‘Tensions Between Politico‐institutional Factors and Accounting Regulation in a Developing Economy: Insights From Institutional Theory’, Business Ethics a European Review, 24.4 (2015), pp. 398–424, doi:10.1111/beer.12089.
[12] Jeroen Veldman, ‘Inequality, Inc.’, Critical Perspectives on Accounting, 63 (2019), p. 102039, doi:10.1016/j.cpa.2018.04.001.
[13] Julie Etikan, ‘Corporate Social Responsibility (CSR) and Its Influence on Organizational Reputation’, Journal of Public Relations, 2.1 (2024), pp. 1–12, doi:10.47941/jpr.1694.
[14] Daniela M Salvioni, Francesca Gennari, and Luisa Bosetti, ‘Sustainability and Convergence: The Future of Corporate Governance Systems?’, Sustainability, 8.11 (2016), p. 1203, doi:10.3390/su8111203.
[15] Nguyễn V Tuấn, ‘Mainstream Theories of Corporate Governance and the Corporate Governance – Firm Performance Relationship’, Science & Technology Development Journal – Economics – Law and Management, 5.3 (2021), p. first, doi:10.32508/stdjelm.v5i3.781.
[16] Gary Gorton, Jillian Grennan, and Alexander Zentefis, ‘Corporate Culture’, Annual Review of Financial Economics, 14.1 (2022), pp. 535–61, doi:10.1146/annurev-financial-092321-124541.
[17] Oni Junianto, ‘The Influence of Strategic Competence, Transformational Leadership and Good Corporate Governance on the Organizational Performance of the Presidential Security Forces Mediated by Organizational Citizenship Behavior’, Ijsmr, 07.02 (2024), pp. 96–107, doi:10.37502/ijsmr.2024.7209.
[18] Bin Wang, ‘The Role of Regulatory Policies in Organizational Culture: Insights From the Education Industry’, Plos One, 19.5 (2024), p. e0299848, doi:10.1371/journal.pone.0299848.
[19] Kamau and others, ‘Corporate Governance, Strategic Choices and Performance of Financial Institutions in Kenya’.
[20] Kobuthi, K’Obonyo, and Ogutu, ‘Corporate Governance and Performance of Firms Listed on the Nairobi Securities Exchange’.
[21] Wijayati, ‘Form Over Substance: The Board Governance Practices in Indonesia’.
[22] Maria Aluchna and Tomasz Kuszewski, ‘Responses to Corporate Governance Code: Evidence From a Longitudinal Study’, Review of Managerial Science, 16.6 (2021), pp. 1945–78, doi:10.1007/s11846-021-00496-3.
[23] WANYAMA, ‘Moderating Influence of Corporate Governance on Organizational Resources and Performance: Evidence From Regional Development Authorities in Kenya’.
[24] Nakpodia and others, ‘Neither Principles Nor Rules: Making Corporate Governance Work in Sub-Saharan Africa’.
[25] Tuấn, ‘Mainstream Theories of Corporate Governance and the Corporate Governance – Firm Performance Relationship’.
[26] Nurunnabi, ‘Tensions Between Politico‐institutional Factors and Accounting Regulation in a Developing Economy: Insights From Institutional Theory’.
[27] Nakpodia and others, ‘Neither Principles Nor Rules: Making Corporate Governance Work in Sub-Saharan Africa’.