
Ilustrasi. [Source: Canva]
Pragmaintegra.com – Transfer pricing merupakan aspek krusial dalam strategi perpajakan internasional yang wajib dipahami oleh perusahaan multinasional di era globalisasi ekonomi. Sebagai mekanisme penentuan harga transaksi antar entitas terkait, transfer pricing tidak hanya berdampak signifikan pada kewajiban pajak perusahaan, tetapi juga menjadi sorotan utama otoritas pajak global dalam upaya mencegah penghindaran pajak dan pengalihan laba lintas negara.
Tulisan ini akan mengupas tuntas seluruh dimensi transfer pricing, mulai dari prinsip arm’s length, metode penetapan harga yang diakui secara internasional, hingga tantangan implementasi dalam era digital dan strategi kepatuhan yang efektif sesuai dengan pedoman OECD dan regulasi perpajakan terkini.
1. Definisi Formal dan Konsep Dasar Transfer pricing
Transfer pricing merujuk pada penentuan harga barang, jasa, dan aset tidak berwujud antara entitas terkait dalam perusahaan multinasional (MNC). Konsep utamanya berkisar pada bagaimana transaksi ini dinilai untuk tujuan perpajakan, yang dapat berdampak signifikan pada kewajiban pajak berbagai entitas dalam grup perusahaan. Sebagaimana didefinisikan oleh OECD, transfer pricing adalah mekanisme penetapan harga antar perusahaan yang dapat menyebabkan pengalihan laba dan penghindaran pajak melalui manipulasi strategis harga yang ditetapkan untuk transaksi intra-perusahaan (Widjaja, 2021; Rossing & Rohde, 2014).
Konsep mendasar meliputi sifat transaksi terkendali (yang melibatkan pihak terkait), pentingnya penetapan harga wajar (arm’s length pricing), dan kebutuhan untuk mematuhi berbagai peraturan internasional.
Prinsip-prinsip transfer pricing mencakup perspektif keuangan dan manajerial, di mana perusahaan dapat secara strategis merancang penetapan harga internal untuk mengoptimalkan efisiensi pajak sambil mematuhi peraturan internasional (Sari et al., 2020).
Selain itu, transfer pricing merupakan alat penting untuk manajemen risiko keuangan, karena memengaruhi laba yang dilaporkan, arus kas, dan alokasi sumber daya dalam perusahaan (Klassen et al., 2013).
2. Prinsip Arm’s Length dan Penerapannya secara Praktis
Prinsip Arm’s Length (ALP) merupakan landasan utama dari peraturan transfer pricing internasional. Menurut Pedoman OECD, transaksi antar pihak terkait harus diberi harga seolah-olah dilakukan antara entitas yang tidak terkait, dengan tujuan untuk mencapai nilai pasar yang wajar (Widjaja, 2021).
Prinsip ini sangat penting karena dimaksudkan untuk mencegah pengalihan laba dari yurisdiksi pajak tinggi ke yurisdiksi pajak rendah dengan memastikan bahwa setiap transfer pricing mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya.
Secara praktis, perusahaan yang menerapkan ALP harus mengumpulkan bukti dan dokumentasi yang cukup untuk mempertahankan strategi penetapan harga mereka. Ini termasuk data tentang transaksi yang sebanding, yang bisa menjadi tantangan untuk diperoleh, terutama di industri yang ditandai dengan produk atau layanan yang unik (Lauenroth & Stargardt, 2017). Penerapan praktis ALP sering kali mencakup studi benchmarking, konsultasi dengan pakar transfer pricing, dan negosiasi yang cukup dengan otoritas pajak yang mungkin tidak setuju dengan penilaian perusahaan.
3. Metode Transfer Pricing yang Diakui secara Internasional
Beberapa metodologi digunakan untuk menentukan harga transfer, yang didukung oleh pedoman internasional. Yang paling dikenal meliputi:
- Metode Harga Tidak Terkendali yang Sebanding (CUP): Metode ini bergantung pada harga yang dikenakan dalam transaksi serupa antara pihak yang tidak terkait. Kekuatannya terletak pada ketersediaan data pembanding; namun, mungkin dibatasi oleh perbedaan pasar dan ketersediaan pembanding yang sesuai (Widjaja, 2021).
- Metode Margin Bersih Transaksional (TNMM): TNMM menentukan harga transfer berdasarkan margin laba bersih relatif terhadap basis yang sesuai (seperti penjualan atau aset). Keuntungannya adalah fleksibilitas dalam penerapan, tetapi pemilihan pembanding yang akurat dapat terbukti sulit (Sari et al., 2020).
- Metode Cost Plus (CPM): Metode ini menambahkan markup yang sesuai pada biaya yang dikeluarkan oleh pemasok dalam transaksi terkendali. Meskipun lebih sederhana untuk diterapkan, ini mungkin tidak mencerminkan kondisi pasar yang sebenarnya, berpotensi meremehkan atau melebih-lebihkan harga (Rossing & Rohde, 2014).
Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan tertentu, dengan implikasi praktis yang bervariasi tergantung pada konteks industri, sifat barang atau jasa, dan lingkungan peraturan spesifik untuk setiap yurisdiksi (Sari, 2020; Rogers & Oats, 2021).
4. Peraturan dan Pedoman Internasional
Peraturan transfer pricing sangat dipengaruhi oleh berbagai pedoman internasional, terutama di antaranya adalah Pedoman Transfer Pricing OECD dan Manual Transfer Pricing PBB. Pedoman OECD memberikan kerangka kerja komprehensif untuk penerapan ALP sekaligus juga menangani tantangan spesifik yang dihadapi oleh negara-negara berkembang (Ignat & Tache, 2023).
Inisiatif Rencana Aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) menandai perkembangan signifikan lain dalam legislasi transfer pricing, menekankan transparansi dan kepatuhan melalui langkah-langkah seperti Country-by-Country Reporting (CbCR) (Olibe et al., 2010).
Dengan negara-negara yang semakin menyelaraskan undang-undang mereka dengan kerangka kerja ini, hasilnya adalah dorongan global menuju harmonisasi praktik transfer pricing, meskipun ketidaksetaraan tetap ada antara negara maju dan berkembang mengenai penegakan peraturan ini (Tran et al., 2016).
5. Dokumentasi Transfer Pricing yang Diperlukan
Untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan transfer pricing, perusahaan biasanya diharuskan memelihara dokumentasi komprehensif. Ini mencakup beberapa tingkatan termasuk:
- Local File: Berisi informasi terperinci yang berkaitan dengan entitas yang terlibat, kinerja keuangan MNC, dan metode transfer pricing yang digunakan.
- Master File: Berfungsi untuk tujuan yang lebih luas, master file terdiri dari gambaran global tentang operasi MNC, struktur organisasi, dan posisi keuangan secara keseluruhan (Smolarski et al., 2019).
- Pelaporan Country-by-Country: Lapisan ini mewajibkan perusahaan multinasional untuk mengungkapkan informasi keuangan dan terkait perpajakan yang penting di seluruh yurisdiksi, dengan tujuan meningkatkan transparansi dan kepatuhan (Beer & Loeprick, 2013).
Efisiensi proses dokumentasi ini sangat penting dalam mengurangi risiko yang terkait dengan audit pajak dan potensi perselisihan dengan otoritas pajak, terutama mengingat kompleksitas yang terlibat dalam kerangka peraturan global (Hamad et al., 2023).
6. Risiko Terkait Pajak dalam Praktik Transfer Pricing
Risiko terkait pajak dalam praktik transfer pricing dapat berasal dari strategi penetapan harga yang agresif yang dapat menarik pengawasan dari otoritas pajak, yang mengarah pada audit, denda, dan penyesuaian kewajiban pajak. Area berisiko tinggi biasanya mencakup dokumentasi yang tidak memadai, ketergantungan pada metode transfer pricing yang tidak tepat, dan kegagalan untuk mematuhi ALP (Sari, 2020).
Kesalahan umum mungkin melibatkan mengabaikan nuansa peraturan lokal, salah mengestimasi rentang harga wajar karena data empiris yang langka, atau gagal memperbarui dokumentasi transfer pricing sejalan dengan strategi bisnis atau undang-undang pajak yang berubah (Sari et al., 2020).
Oleh karena itu, perusahaan harus mempertahankan kerangka kerja kepatuhan yang ketat yang mencakup peninjauan rutin terhadap praktik transfer pricing mereka.
7. Studi Kasus Transfer Pricing
Kasus yang terkenal dalam transfer pricing adalah Google, yang diawasi karena strategi transfer pricing yang diduga memfasilitasi pengalihan laba ke yurisdiksi pajak yang lebih rendah melalui pengaturan intra-grup yang kompleks (Apriyanti et al., 2024).
Contoh lain adalah penyelidikan Komisi Eropa terhadap pengaturan pajak Starbucks di Belanda, di mana perusahaan ditemukan mendapat manfaat dari aturan transfer pricing yang menguntungkan, menimbulkan kekhawatiran tentang bantuan negara dan penghindaran pajak (Joshi, 2020).
Kasus-kasus ini menggambarkan kompleksitas dan potensi kesalahan yang dihadapi oleh perusahaan multinasional dalam menavigasi kerangka kerja transfer pricing.
8. Perkembangan Terbaru dalam Peraturan Transfer Pricing Global
Perkembangan peraturan terbaru sebagian besar didorong oleh inisiatif BEPS, yang telah mendorong pedoman yang diperbarui dari OECD dan peningkatan kerja sama di antara otoritas pajak di seluruh dunia (Olibe et al., 2010). Pengawasan yang lebih ketat terhadap transaksi digital telah mendorong yurisdiksi untuk mengevaluasi kebijakan transfer pricing mereka terkait aset tidak berwujud (Capatina-Verdes, 2022).
Selain itu, perubahan yang sedang berlangsung dalam yurisprudensi pajak internasional dan lanskap ekonomi yang berkembang memerlukan penilaian kembali secara teratur terhadap strategi transfer pricing untuk tetap patuh dan menghindari risiko.
9. Tantangan dan Kompleksitas dalam Implementasi Transfer Pricing
Implementasi praktik transfer pricing dipenuhi dengan tantangan, terutama di seluruh yurisdiksi dengan tarif pajak dan kerangka peraturan yang bervariasi. Perbedaan dalam bagaimana negara menafsirkan ALP dapat menyebabkan inkonsistensi, yang mengakibatkan pajak berganda atau perselisihan dengan otoritas pajak (Beer & Loeprick, 2013).
Selain itu, MNC harus menavigasi perbedaan budaya, operasional, dan hukum, yang dapat mempersulit pembentukan strategi transfer pricing yang koheren di berbagai entitas dalam organisasi (Abo, 2021).
Globalisasi perdagangan yang cepat, peningkatan digitalisasi, dan proliferasi aset tidak berwujud semakin mempersulit kompleksitas ini, memerlukan model canggih untuk secara akurat mencerminkan realitas ekonomi (Sikka & Willmott, 2010).
10. Strategi untuk Memastikan Kepatuhan Transfer Pricing
Memastikan kepatuhan terhadap peraturan transfer pricing mencakup pengembangan kontrol internal yang kuat dan protokol untuk pemantauan berkelanjutan terhadap praktik kepatuhan (Olibe et al., 2010).
Memanfaatkan keahlian spesialis transfer pricing dan melakukan analisis pasar yang menyeluruh dapat membantu dalam benchmarking transaksi antar-perusahaan terhadap standar industri yang ditetapkan.
Pelatihan rutin bagi personel yang terlibat dalam transfer pricing dan pembentukan saluran komunikasi yang jelas dengan penasihat pajak dapat memfasilitasi kepatuhan terhadap peraturan yang berkembang dan mendorong budaya organisasi yang patuh (Smolarski et al., 2019). Selain itu, persiapan untuk audit pajak dengan bukti yang terdokumentasi dengan baik dapat mengurangi risiko yang terkait dengan perselisihan dengan otoritas pajak.
11. Pertimbangan Khusus untuk Bisnis Digital dan Aset Tidak Berwujud
Kenaikan bisnis digital memerlukan evaluasi ulang kerangka kerja transfer pricing yang ada karena sifat unik dari aset tidak berwujud yang umum di industri teknologi. Perusahaan seperti Amazon dan Facebook menghadapi tantangan dalam mengalokasikan pendapatan yang dihasilkan dari layanan digital mereka secara tepat di seluruh yurisdiksi di mana mereka tidak memiliki kehadiran fisik (Utari et al., 2019).
Akibatnya, pendekatan baru sedang dikembangkan yang lebih baik mencerminkan penciptaan nilai dalam ekonomi digital. Merujuk pada pedoman OECD, negara-negara didorong untuk menetapkan aturan nexus dan memodifikasi metodologi transfer pricing untuk memasukkan kontribusi aset tidak berwujud secara lebih akurat (Apriyanti et al., 2024).
12. Advance Pricing Agreements (APAs) dan Perannya dalam Mengurangi Risiko Transfer Pricing
Advance Pricing Agreements (APAs) mewakili pendekatan kepatuhan proaktif, memungkinkan perusahaan untuk bernegosiasi dan mendapatkan persetujuan dari otoritas pajak mengenai praktik transfer pricing di masa depan. Pengaturan kontraktual ini mengurangi risiko perselisihan dengan memberikan kepastian pada metode penetapan harga dan hasil yang diharapkan untuk jangka waktu tertentu (Smolarski et al., 2019).
APAs sangat bermanfaat dalam transaksi lintas batas yang kompleks, karena mereka mendorong transparansi dan menggarisbawahi komitmen wajib pajak untuk kepatuhan dalam kerangka kerja yurisdiksi (Capatina-Verdes, 2022).
Namun, keberhasilan perjanjian ini sering bergantung pada kolaborasi efektif antara MNC dan administrasi pajak dan navigasi tantangan birokrasi yang dapat menghambat persetujuan dan implementasi tepat waktu (Rogers & Oats, 2021).
Baca juga: Strategi Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Kesimpulan
Transfer pricing tetap menjadi aspek rumit dari perpajakan internasional yang memerlukan interpretasi terampil terhadap peraturan, strategi kepatuhan proaktif, dan pemahaman yang kuat tentang implikasi hukum dan ekonomi. Seiring pasar global terus berkembang bersama dengan lanskap peraturan, pendekatan transfer pricing yang berkembang akan sangat penting dalam menangani pengalihan laba dan memastikan perpajakan yang adil di seluruh yurisdiksi.
Referensi:
Abo, R. (2021). Economic consequences of section transfers in japan: change in investor base., 1-28. https://doi.org/10.47260/jfia/1021
Apriyanti, H., Sulaiman, S., & Jamaluddin, A. (2024). Conceptualizing the mnes transfer pricing behavior: indonesian tax authority perspective. Accounting and Finance Research, 13(2), 119. https://doi.org/10.5430/afr.v13n2p119
Beer, S. and Loeprick, J. (2013). Profit shifting: drivers and potential countermeasures. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.2271539
Capatina-Verdes, N. (2022). Transfer pricing and related party transactions: a bibliometric analysis. Central European Economic Journal, 9(56), 237-253. https://doi.org/10.2478/ceej-2022-0014
Hamad, W., Moerman, L., & Pupovac, S. (2023). Chevron australia and tax justice network: a case of rhetoric. Pacific Accounting Review, 35(3), 412-431. https://doi.org/10.1108/par-04-2022-0059
Ignat, I. and Tache, M. (2023). Transfer pricing system of eu countries: an analysis in the context of sdgs. Transylvanian Review of Administrative Sciences, (70 E), 45-66. https://doi.org/10.24193/tras.70e.3
Joshi, P. (2020). Does private country‐by‐country reporting deter tax avoidance and income shifting? evidence from beps action item 13. Journal of Accounting Research, 58(2), 333-381. https://doi.org/10.1111/1475-679x.12304
Klassen, K., Lisowsky, P., & Mescall, D. (2013). Transfer pricing: strategies, practices, and tax minimization. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.2216870
Lauenroth, V. and Stargardt, T. (2017). Pharmaceutical pricing in germany: how is value determined within the scope of amnog?. Value in Health, 20(7), 927-935. https://doi.org/10.1016/j.jval.2017.04.006
Olibe, K., Strawser, R., & Strawser, W. (2010). Multinationals’ income shifting decisions, taxes and intra-company transfers: empirically testing market valuation. International Journal of Accounting and Finance, 2(1), 84. https://doi.org/10.1504/ijaf.2010.031913
Rogers, H. and Oats, L. (2021). Transfer pricing: changing views in changing times. Accounting Forum, 46(1), 83-107. https://doi.org/10.1080/01559982.2021.1926778
Rossing, C. and Rohde, C. (2014). Transfer pricing: aligning the research agenda to organizational reality. Journal of Accounting & Organizational Change, 10(3), 266-287. https://doi.org/10.1108/jaoc-03-2012-0017
Sari, D. (2020). Transfer pricing aggressiveness and corporate governance: indonesia’s evidence.. https://doi.org/10.2991/assehr.k.200331.123
Sari, D., Utama, S., Fitriany, F., & Rahayu, N. (2020). Transfer pricing practices and specific anti-avoidance rules in asian developing countries. International Journal of Emerging Markets, 16(3), 492-516. https://doi.org/10.1108/ijoem-10-2018-0541
Sikka, P. and Willmott, H. (2010). The dark side of transfer pricing: its role in tax avoidance and wealth retentiveness. Critical Perspectives on Accounting, 21(4), 342-356. https://doi.org/10.1016/j.cpa.2010.02.004
Smolarski, J., Wilner, N., & Vega, J. (2019). Dynamic transfer pricing under conditions of uncertainty – the use of real options. Journal of Accounting & Organizational Change, 15(4), 535-556. https://doi.org/10.1108/jaoc-08-2018-0083
Tran, Q., Croson, R., & Seldon, B. (2016). Experimental evidence on transfer pricing. International Journal of Management and Economics, 50(1), 27-48. https://doi.org/10.1515/ijme-2016-0010
Utari, D., Ludigdo, U., Achsin, M., & Subekti, I. (2019). Construction of meaning of transfer pricing in the stakeholder theory through the ricoeur hermeneutical approach. The International Journal of Accounting and Business Society, 27(1), 1-36. https://doi.org/10.21776/ub.ijabs.2019.27.1.1
Widjaja, G. (2021). Impact of transfer pricing toward benefits and sustainable of multinational hotel industry. Linguistics and Culture Review, 5(S4), 2090-2101. https://doi.org/10.21744/lingcure.v5ns4.1927