Mengenal Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)

Ilustrasi. [Source: Istimewa]

SUBJEK PAJAK menjadi salah satu elemen penting dalam sistem perpajakan Indonesia yang perlu dipahami oleh seluruh wajib pajak. Bagaimana seseorang atau badan usaha dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) atau Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) akan menentukan kewajiban perpajakan mereka di Indonesia.

Dasar Hukum Penetapan Subjek Pajak

Ketentuan mengenai subjek pajak diatur dalam beberapa peraturan utama:

  • Pasal 2 UU Nomor 36 TAHUN 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
  • PER-43/PJ/2011 (berlaku sejak 28 Desember 2011) tentang penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Siapa Saja yang Menjadi Subjek Pajak?

Menurut Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 TAHUN 2008, yang termasuk sebagai subjek pajak adalah:

  1. Orang pribadi
  2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
  3. Badan
  4. Bentuk usaha tetap

Subjek pajak tersebut kemudian dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 36 TAHUN 2008.

Kriteria Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN)

Seseorang atau badan ditetapkan sebagai SPDN berdasarkan kriteria yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PER-43/PJ/2011, yaitu:

1. Orang Pribadi yang:

  • Bertempat tinggal di Indonesia, atau
  • Berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
  • Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

Kapan SPDN Menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)?

Orang pribadi yang merupakan SPDN menjadi WPDN apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (Pasal 3 ayat (3) PER-43/PJ/2011).

Sementara badan yang merupakan SPDN menjadi WPDN sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (Pasal 3 ayat (4) PER-43/PJ/2011).

Ketentuan Detail tentang “Bertempat Tinggal” di Indonesia

Peraturan memberikan definisi spesifik tentang konsep “bertempat tinggal” di Indonesia. Menurut Pasal 7 ayat (1) PER-43/PJ/2011, orang pribadi dianggap bertempat tinggal di Indonesia apabila:

A. Mempunyai tempat tinggal (place of residence) di Indonesia yang digunakan sebagai tempat untuk:

  1. Berdiam (permanent dwelling place) Tempat yang tidak bersifat sementara dan bukan sekadar tempat persinggahan. Pasal 7 ayat (3) PER-43/PJ/2011 menjelaskan bahwa orang pribadi dianggap memiliki tempat berdiam di Indonesia jika memiliki tempat kediaman yang bersifat tidak sementara dan bukan sebagai persinggahan.
  2. Melakukan kegiatan sehari-hari (ordinary course of life) Pasal 7 ayat (4) PER-43/PJ/2011 menjelaskan bahwa ini mencakup tempat untuk melakukan kegiatan terkait urusan ekonomi, keuangan, atau sosial pribadi, termasuk partisipasi dalam kegiatan masyarakat, organisasi, kelompok, atau perkumpulan di Indonesia.
  3. Tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode) Menurut Pasal 7 ayat (5) PER-43/PJ/2011, ini adalah tempat untuk melakukan kebiasaan atau kegiatan, baik rutin, sering, maupun tidak, termasuk aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi.

B. Mempunyai tempat domisili (place of domicile) di Indonesia

Yaitu orang pribadi yang dilahirkan di Indonesia dan masih berada di Indonesia.

Penjelasan Tambahan tentang Konsep “Tempat Tinggal”

Peraturan juga memberikan klarifikasi lebih lanjut:

  1. Tempat tinggal dapat ditempati sendiri atau bersama keluarga, dapat dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakan, berdasarkan keadaan sebenarnya (Pasal 7 ayat (2) PER-43/PJ/2011).
  2. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang kemudian pergi ke luar negeri tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia jika keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan (Pasal 8 ayat (1) PER-43/PJ/2011).
  3. WNI yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia jika memiliki tempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan dokumen resmi seperti Green Card, identity card, student card, pengesahan alamat di luar negeri pada paspor, surat keterangan dari Kedutaan RI, atau catatan resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi setempat (Pasal 8 ayat (2) PER-43/PJ/2011).

Kriteria “Berada di Indonesia”

Jangka waktu 183 hari untuk menentukan keberadaan di Indonesia dihitung dari lamanya orang pribadi berada di Indonesia, baik secara terus-menerus maupun terputus-putus, dengan bagian dari hari dihitung sebagai 1 hari penuh (Pasal 10 PER-43/PJ/2011).

Kriteria “Niat untuk Bertempat Tinggal”

Seseorang dianggap memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dalam situasi berikut (Pasal 11 PER-43/PJ/2011):

  1. Menunjukkan niat secara tegas untuk bertempat tinggal di Indonesia, dibuktikan dengan dokumen seperti Visa kerja atau Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau kontrak/perjanjian pekerjaan di Indonesia selama lebih dari 183 hari.
  2. Melakukan tindakan yang menunjukkan akan bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa tempat tinggal, memindahkan anggota keluarga, atau memperoleh tempat yang disediakan pihak lain.

Ketentuan untuk WNI yang Bekerja di Luar Negeri

WNI yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dianggap sebagai subjek pajak luar negeri (Pasal 12 ayat (1) PER-43/PJ/2011). Namun, mereka tetap dianggap sebagai SPDN jika tidak dapat menunjukkan dokumen resmi sebagai penduduk di luar negeri.

Penting untuk dicatat:

  • Penghasilan WNI di luar negeri yang terkait pekerjaan di luar Indonesia dan bersumber dari luar Indonesia tidak dikenai pajak penghasilan di Indonesia (Pasal 12 ayat (3) PER-43/PJ/2011).
  • Namun, penghasilan yang bersumber dari Indonesia tetap dikenai pajak penghasilan sesuai peraturan yang berlaku (Pasal 12 ayat (4) PER-43/PJ/2011).

Kriteria Badan sebagai SPDN

Badan dianggap sebagai SPDN jika memenuhi salah satu kriteria berikut:

A. Badan yang Didirikan di Indonesia

Yaitu badan yang pendiriannya:

  • Berdasarkan perundang-undangan Indonesia
  • Didaftarkan di Indonesia berdasarkan perundang-undangan
  • Di dalam wilayah hukum Indonesia (Pasal 14 PER-43/PJ/2011)

B. Badan yang Bertempat Kedudukan di Indonesia

Yaitu badan yang:

  • Memiliki tempat kedudukan di Indonesia sesuai akta pendirian
  • Memiliki kantor pusat di Indonesia
  • Memiliki tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau keuangan di Indonesia
  • Memiliki kantor pimpinan yang melakukan pengendalian di Indonesia
  • Pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk keputusan strategis
  • Pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia (Pasal 15 ayat (1) PER-43/PJ/2011)

Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang Menjadi Bentuk Usaha Tetap

SPLN dapat menjalankan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia jika memiliki tempat kedudukan manajemen di Indonesia (Pasal 16 ayat (1) PER-43/PJ/2011). Yang dimaksud tempat kedudukan manajemen adalah tempat yang menjalankan kegiatan operasi sehari-hari tanpa melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan strategis.

Jika tempat kedudukan manajemen melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan atau membuat keputusan strategis, SPLN tersebut diperlakukan sebagai SPDN (Pasal 16 ayat (3) PER-43/PJ/2011).

Kewajiban Pelaporan Pajak bagi SPDN yang Meninggalkan Indonesia

SPDN yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk melaporkan pajak yang terutang pada tahun pajak atau bagian tahun pajak terakhir sebagai SPDN, paling lambat saat meninggalkan Indonesia.

Baca juga: Memahami Transfer Pricing dan Prinsip Arm’s Length dalam Perpajakan Internasional

Kesimpulan

Pemahaman yang tepat tentang status subjek pajak sangat penting untuk menentukan kewajiban perpajakan seseorang atau badan. Status sebagai SPDN atau SPLN akan mempengaruhi lingkup penghasilan yang dikenai pajak dan tarif pajak yang berlaku. Peraturan yang mendetail tentang kriteria subjek pajak membantu memastikan kepatuhan pajak dan mencegah penghindaran pajak, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.

Tell Your Friends
Avatar
Pragma Integra is a law firm that combines deep expertise in taxation, corporate and business law, and business development.

Leave A Comment

Integrated Legal & Business Solutions

Have Tax and Business Problems? Let's Solve Them Together

From complex tax disputes to critical corporate decisions, Pragma Integra is here to guide you with trusted expertise and strategic solutions.